JUAL BELI

Definisi Jual Beli 
a. Menurut bahasa 
- Pertukaran secara mutlak, atau memberikan sesuatu sebagai ganti sesuatu yang lain (Yusuf Sabatin, Al-Buyu’, h.41) 
- Saling menukarkan harta dengan harta melalui cara tertentu. (Ulama Hanafiyah) 
- Saling menukar harta dengan harta atas dasar suka sama suka (Said Sabiq)
- Saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan pemilik dan kepemilikan (Imam Nawawi dan Abu Qudamah) 

b. Menurut Istilah 
Pertukaran harta dengan harta yang menimbulkan kepemilikan atas dasar saling rela (Rawwas Qal’ah Jie, Mu’jam Lughah Fuqaha, h.83) 

Dasar Hukum Jual Beli 
Dalam Al-qur’an, Allah berfirman: 
 “ ...Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...” (QS Al-Baqarah: 275) 

...Kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu sekalian...” (QS An-Nisa :29) 

Sedangkan dalam hadits dijelaskan, 
“Nabi Muhammad Saw pernah ditanya: Apakah profesi yang paling baik? Nabi Saw menjawab: Usaha dengan tangan manusia sendiri dan setiap jual-beli yang diberkati (baik)" (HR Bazzar dan Hakim) 

“Pedagang yang jujur dan terpercaya sejajar (tempatnya di syurga) dengan para nabi, siddiqin, dan syuhada’ (HR Tirmidzi) 

Rukun Jual Beli 
1. Al-‘Aaqidaani (dua pihak yang berakad), yaitu penjual dan pembeli 
2. Ash-Shighat (Ijab dan Kabul) 
3. Al-Ma’quud alaihi (Barang Dagangan) dan harga (tsaman) 

Syarat Sah Jual Beli 
1. Syarat Al ‘aqidaani, yaitu: 
a. Aqil (berakal) 
b. Mumayyiz (sudah cakap hukum) 
c. Mukhtar ( dapat memilih, tidak dipaksa) 

2. Syarat Sighat, yaitu: 
a. Muwafiq, artinya ada kesesuaian antara ijab dan kabul. Contohnya penjual berkata: Saya jual rumah ini dengan harga 1000 dinar, kemudian pembeli berkata, saya beli rumah ini dengan harga 500 dinar (tidak sah) 

b. Satu majelis akad, artinya pembeli dan penjual berada pada waktu dan tempat yang sama. Contohnya adalah penjual berkata: saya jual rumah ini dengan harga 1000 dinar, kemudian sebelum adanya ucapan kabul dari pembeli, penjual dan pembeli terpisah, maka jual-beli tidak sah. 

3. Syarat Al-Ma’quud alaihi, menurut (Yusuf Sabatin, Al- Buyu’, h.43) yaitu: 
a. Barangnya suci (thohir), bukan najis 
Firman Alloh SWT: 
“Maka jauhilah dia (rijsun/ najis) mudah-mudahan kamu mendapat keberuntungan” (QS Al-Maidah: 90)

b. Dapat dimanfaatkan (intifa’ bihi) 
Maksudnya barang tersebut harus barang yang sah diperjualbelikan. Dalam kaidah Fikih: “ "Setiap apa-apa yang diharamkan kepada hamba-Nya, maka menjualbelikannya haram” 

c. Milik orang yang berakad (milkiyatul akid) 
Rasulullah bersabda: “Janganlah kamu menjual apa-apa yang tidak ada disisimu” (HR Abu Daud, Tirmidzi, Ibn Majah) 

d. Dapat diserahterimakan (tasliim) 
“Janganlah kamu menjual apa-apa yang tidak ada disisimu”  (HR Abu Daud, Tirmidzi, Ibn Majah) 

e. Barangnya diketahui (ma’lum) 
Rasulullah bersabda: “Janganlah kamu membeli ikan yang masih ada di air, karena itu adalah gharar (tidak pasti/ uncertainty) 

f. Barangnya maqbudh (sudah dipegang penjual) 
Diriwayatkan oleh Ibnu Umar: “Dahulu kamu membeli makanan dari para pengendara secara borongan (tidak tentu jumlahnya, undetermined quantity), maka Rasulullah SAW melarang kami untuk menjualnya (kembali) hingga kami memindahkannya dari tempatnya (penjual pertama)” (HR Muslim) 

Khiyar 
Khiyar adalah hak memilih untuk melangsungkan atau tidak jual beli tersebut. Macam-macam khiyar adalah sebagai berikut: 
 1. Khiyar Majlis 
Penjual dan pembeli memiliki hak pilih untuk meneruskan atau membatalkan akad jual beli selama masih berada dalam satu majelis (tempat) akad. Rasulullah saw menjelaskan: “Apabila dua orang melakukan akad jual beli, maka masing-masing pihak mempunyai hak pilih, selama keduanya belum berpisah (dari majelis akad) (HR Bukhari Muslim) 

2. Khiyar Syarat 
Penjual dan pembeli memiliki hak pilih untuk meneruskan atau membatalkan akad jual beli selama dalam tenggang waktu yang disepakati bersama. Contohnya, pembeli mengatakan akan membeli barang dengan ketentuan diberi tenggang waktu selama tiga hari. Sesudah tiga hari tidak ada berita, berarti akad tersebut batal. “Engkau boleh khiyar pada semua barang yang telah engakau beli selama tiga hari tiga malam” ( HR Baihaqi dan Ibnu Majah) 

3. Khiyar ‘Aib 
Hak pilih dari kedua belah pihak yang melakukan akad, apabila terdapat suatu cacat pada benda yang diperjualbelikan dan cacat itu tidak diketahui pemiliknya pada saat akad berlangsung. Rasulullah bersabda: “Sesama muslim bersaudara, tidak halal (boleh) bagi seorang muslim menjual barangnya kepada muslim yang lain, padahal pada barang tersebut terdapat cacat (‘aib) (HR Ibnu Majah) 

Macam-Macam Jual Beli 
a. Berdasarkan Barang Yang Diperdagangkan 
- Bai’ muthlaq : Pertukaran uang dengan barang 
- Bai’ sharf : Pertukaran uang dengan uang, baik sejenis maupun yang beda jenis (rupiah dengan dollar AS). Apabila beda jenis, maka syaratnya harus kontan (tidak tertunda). Jika sejenis maka syaratnya adalah: 
1. Senilai Menukar uang sepuluh ribuan dengan uang seribuan berjumlah 10 lembar. 
2. Kontan (Tidak tertunda) 
 - Bai’ muqaayadhah : Pertukaran barang dengan barang (barter) 

b. Berdasarkan Cara Penentuan Harga 
- Bai’ murabahah : Jual beli yang dilakukan dengan harga pokok ditambah dengan margin. Marginnya diketahui oleh pembeli. 
- Bai’ musawamah : jual beli tawar menawar tanpa memeberi tahu harga pokok (modal) 
- Bai’ tauliyah : jual beli dengan harga modal, tidak kurang dan tidak lebih dari itu 
- Bai’ muwadhoh: Jual beli dengan harga yang kurang dari modal 

c. Berdasarkan Cara Pembayaran 
- Bai’ salam: Jual Beli dimana pembayaran dilakukan di depan dan penyerahan barang kemudian. 
- Bai’ istishna: Jual beli dimana pembayaran dapat dilakukan dengan menganngsur, bisa di depan, di tengah, atau di belakang periode pembayaran dan penyerahan barang dilakukan di akhir. 

Jual Beli yang dilarang dalam Islam 
Berikut ini jual beli yang dilarang secara syariah karena mengandung gharar atau ketidakjelasan di dalam akad, yaitu: 
- Bai’ ma’dum (barangnya tidak ada) 
 “Janganlah kamu menjual sesuatu yang tidak ada padamu” (H.R.Khamsah dari Hakim bin Hizam) 

- Bai’ Ma’juzi at-Taslim (Jual beli barang yang barangnya sulit diserahkan) 

- Bai’ majhul (barang dan harga tidak diketahui) 

- Bai' Mulamasah 
 Jual beli secara sentuh menyentuh. Misalkan seseorang menyentuh sebuah produk dengan tangannya di waktu malam atau siang hari, maka orang yang menyentuh berarti telah membeli kain tersebut 

- Bai' Hashah 
Jual beli hashah (kerikil) ialah jual beli dimana pembeli menggunakan krikil dalam jual beli. Kerikil tersebut dilemparkan kepada berbagai macam barang penjual. Barang yang mengenai suatu barang akan dibeli dan kerika itu terjadilah jual beli. 

- Bai' Hablul Habalah Jual beli seekor anak onta yang masih berada dalam perut induknya. Dari Ibnu Umar ra, Rasulullah saw telah melarang penjualan sesuatu (anak onta) yang masih dalam kandungan induknya (H.R.Bukhari Muslim) 

- Bai' Munabazah 
 Jual beli secara lempar-melempar, sehingga objek barang tidak jelas dan tidak pasti, apakah barang A, B, C atau lainnya 

- Bai' Muzabanah 
Buah-buahan ketika masih di atas pohon yang masih basah (belum bisa dimakan) dijual sebagai alat pembayar untuk memperoleh kurma dan anggur kering (bisa dimakan). Penyerahannya di masa depan (future) Jual beli ini dilarang karena buah yang di atas pohon belum bisa dipastikan kualitas dan kuantitasnya. Jadi hanya berdasarkan perkiraan/taksiran. Karena itu Rasul saw melarang 

- Bai' Muhaqalah Menjual tanam-tanaman yang masih di ladang atau di sawah 

- Bai' Mukhadharah (buah yang masih hijau) 
Menjual buah-buahan yang belum pantas untuk dipanen, seperti menjual buah durian yang masih mentah, rambutan yang masih hijau 

- Bai' Malaqih (menjual sperma) 
Menjual janin hewan yang masih dalam kandungan 

- Bai' Madhamin (menjual janin hewan yang masih di perut induknya) menjual sperma hewan, di mana si Penjual membawa hewan pejantan kepada hewan betina untuk dikawinkan. Anak hewan dari hasil perkawinan itu menjadi milik pembeli

Read More..

LEMBAGA KEUANGAN NON BANK

ASURANSI 
 Definisi 
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dimana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya, karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang mungkin terjadi karena suatu peristiwa tak pasti. 

 Prinsip Asuransi 
 - Insurable Interest 
Segala risiko yang dapat diasurasikan. Salah satu prinsip dasar asuransi yang menyebutkan perlu adanya kepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan, sebab insurable interest akan timbul hanya apabila tertanggun menderita kerugian finansial jika terjadi kerusakan atas objek yang diasuransikan. 

- Utmost Good Faith 
Itikad baik dalam penetapan. Suatu kontrak haruslah didasarkan kepada itikad baik antara tertanggung dan penanggung mengenai seluruh informasi baik materi maupun immateril. 

- Indemnity 
Penggantian kerugian finansial yang dialami tertanggung. Yakni mengembalikan posisi keuangan tertanggung setelah terjadi kerugian seperti pada posisi sebelum terjadinya kerugian tersebut. 

- Proximate Cause 
Suatu sebab aktif yang mengakibtakan terjadinya suatu peristiwa secara berantai (sebab yang mengakibatkan kerugian terjadi) 

- Subrogation 
Hak penanggung (yang telah memberikan ganti rugi kepada tertanggung) untuk menuntut pihak lain yang mengakibatkan kliennya mengalami suatu peristiwa kerugian.

- Contribution 
Prinsip dimana penanggung berhak mengajak penanggung-penanggung lain yang memiliki kepentingan yang sama untuk ikut membayar ganti rugi kepada seorang tertanggung, meskipun jmlah tanggungan masing-masing penanggung belum tentu sama besar. 

 Karakteristik Risiko Yang Dapat Diasuransikan 
 - Loss Unexpected 
Terjadinya kerugian haruslah merupakan kecelakaan atau karena di luar kontrol atau kemampuan seseorang dan bukanlah hal yang dapat direncanakan. 

- Reasonable 
Risiko yang dapat dipertanggungjawabkan adalah benda yang memiliki nilai, baik dari pihak penanggung maupun dari pihak tertanggung.

- Catastropic 
Risiko tersebut haruslah tidak akan menimbulkan suatu kemungkinan rugi yang sangat besar (contoh: mengasuransikan rumah di daerah rawan longsor) 

- Homogeneous 
Sama atau serupa dalam bentuk sifat artinya banyak barang yang serupa atau sejenis.


MODAL VENTURA
 Definisi 
Merupakan badan usaha yang melakukan suatu pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan. 

 Karakter Usaha 
1. Kegiatan yang dilakukan bersifat peyertaan langsung ke suatu perusahaan. 
2. Penyertaan dalam perusahaan bersifat jangka panjang dan biasanya di atas 3 tahun. 
3. Bisnis yang dimasuki merupakan bisnis yang memiliki risiko tinggi. 
4. Keuntungan yang diperoleh berasal capital gain, deviden, atau bagi hasil tergantung dari penyertaan modalnya di bidang jenis yang diinginkan. 
5. Kegiatannya lebih banyak dilakukan dalam usaha pemebentukan usaha baru atau pengembangan suatu usaha. 

Tujuan dan Manfaat Pendirian Modal Ventura 
- Memungkinkan dan mempermudah pendirian atau perusahaan baru 
- Membantu pembiayaan perusahaan yang sedang mengalami kesulitan dana dalam pengembangan usahanya, terutama pada tahap-tahap awal. 
- Membantu perusahaan, baik pada tahap pengembangan suatu produk maupun pada tahap mengalami kemunduran. 
- Membantu terwujudnya dari hanya satu gagasan menjadi produk jadi yang siap dipasarkan. 
- Memperlancar mekanisme investasi di dalam dan di luar negeri 
- Mendorong pengembangan proyek research dan development 
- Membantu pengembangan teknologi baru dan memperlancar terjadinya alih teknologi 
- Membantu dan memperlancar pengalihan kepemilikan suatu perusahaan. 

Manfaat Modal Ventura 
1. Bagi Perusahaan Pasangan Usaha 
- Dapat Menjalankan Usaha 
- Peningkatan kemungkinan berhasilnya usaha 
- Kelancaran pendanaan 
- Peningkatan efisiensi kegiatan usaha 
- Peningkatan bankability 

2. Bagi perusahaan modal ventura 
- Memperoleh balas jasa atas pembiayaan 
- Membantu kesejahteraan rakyat melalui pengembangan usaha 
- Peningkatan kemampuan tehnis dan pengalaman karyawan dan staf perusahaan modal ventura 
- Peningkatan informasi tentang modal ventura 

Jenis Modal Ventura 
Berdasarkan Cara Penghimpunan Dana 
1. Leverage Venture Capital 
Modal ventura yang bersumber dari perusahaan modal ventura dengan sebagian besar penghimpunan dana dalam bentuk pinjaman dari berbagai macam pihak. 
2. Equity Venture Capital
Modal ventura yang bersumber dari perusahaan modal ventura dengan sebagian besar penghimpunan dananya dalam bentuk modal sendiri. 

Perbedaan Modal Ventura dengan Bank 


ANJAK PIUTANG 
 Definisi Perusahaan Anjak Piutang 
Badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi dalam atau luar negeri. 

Kegiatan Perusahaan Anjak Piutang 
1. Pengambilalihan tagihan suatu perusahaan dengan fee tertentu 
2. Pembelian piutang perusahaan dalam suatu transaksi perdagangan dengan harga yang sesuai dengan kesepakatan. 
3. Mengelola usaha penjualan kredit suatu perusahaan, artinya perusahaan anjak piutang dapat mengelola kegiatan administrasi kredit suatu perusahaan sesuai kesepakatan. 

 Jenis- Jenis Anjak Piutang
1. Berdasarkan Pelayanan 
- Full Service Factoring 
Memberikan jasa meyeluruh, baik jasa pembiayaan maupun non pembiayaan 

- Bulk Factoring 
Memberikan jasa pembiayaan dan pemberitahun jatuh tempo, tanpa memberikan jasa lain. 

 - Maturity Factoring 
Memberikan jasa proteksi risiko piutang, administrasi penjualan secara menyeluruh dan penagihan. 

- Finance Factoring 
Hanya menyediakan fasilitas pembiayaan saja, tanpa ikut menanggung risiko atas piutang yang tidak tertagih 

2. Berdasarkan Pemberitahuan 
- Disclose 
Penyerahan piutang dengan sepengetahuan debitur 

- Undisclose 
Penyerahan piutang tanpa sepengetahuan debitur 

3. Berdasarkan Tanggung Jawab 
- With Recourse 
Memberikan uang muka dalam proporsi tertentu pada klien berdasarkan piutang lalu jika debitur tidak membayar utangnya maka klien wajib mengembalikan dana ke Perusahaan Anjak Piutang. 

- Without Recourse
Memberikan uang muka dalam proporsi tertentu pada klien berdasarkan piutang lalu jika debitur tidak membayar utangnya maka klien tidak wajib mengembalikan dana ke Perusahaan Anjak Piutang. 

4. Berdasarkan Wilayah 
- Domestic Factoring 
Perusahaan Anjak Piutang yang hanya beroperasi di Indonesia 

- International Factoring Kegiatan anjak piutang yang dapat dilakukan antar negara, seperti pembiayaan ekspor-impor. 

Perbedaan Anjak piutang dan Kredit 



PEGADAIAN 
Definisi 
Pegadaian adalah suatu bentuk lembaga pembiayaan yang diperuntukkan bagi masyarakat luas yang berpenghasilan rendah yang membutuhkan dana dalam waktu segera. Usaha gadai adalah kegiatan menjaminkan barang-barang berharga kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang yang dijaminkan akan ditebus kembali sesuai dengan perjanjian antara nasabah dengan lembaga gadai. 

 Tujuan Gadai 
- Membantu masyarakat golongan ekonomi lemah untuk mengatasi kesulitan dana 
- Meningkatkan kesejahteraan masyarakat lapisan bawah 
- Melaksanakan dan menunjang program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional. 

Usaha-Usaha Pegadaian 
1. Kegiatan pembiayaan 
a. Menyalurkan dana pinjaman kepada masyarakat dengan bunga rendah, pelayanan cepat, sederhana, murah, berdasarkan hukum gadai. 
b. Memberikan kredit kepada pegawai atau karyawan yang berpenghasilan tetap dan pengembaliannya dilakukan dengan cara memotong gaji/upah secara bulanan. 

 2. Kegiatan Pelayanan 
a. Menyediakan dan melayani jasa taksiran bagi masyarakat yang ingin mengetahui besar nilai riil barang yang dimiliki, baik untuk dijadikan jaminan pinjaman maupun untuk dijual. 
b. Menerima jasa titipan barang bagi masyarakat yang ingin menitipkan barang-barang berharga miliknya agar aman dari gangguan, pencurian, dan kerusakan. 

3. Kegiatan Bisnis Property 
Bekerja sama dengan pihak ketiga dalam memanfaatkan asset perusahaan, seperti pembangunan gedung, pertokoan. 

Barang Jaminan Gadai 
- Perhiasan : emas, perak, intan, dsb 
- Elektronik : TV, Kulkas, Radio 
- Kendaraan: Mobil, Motor, sepeda 
- Perlengkapan Rumah Tangga 
- Mesin: Mesin jahit, mesin motor kapal 
- Barang-barang lain yang dianggap bernilai 


SEWA GUNA USAHA (Leasing) 
 Definisi 
Suatu kontrak antara lessor (pemilik barang modal) dengan lessee ( pemakai barang modal), lessor memberikan kuasa kepada lessee untuk menggunakan barang modal selama jangka waktu tertentu, dengan suatu imbalan berkala dari lessee yang besarnya tergantung dari perjanjian antara lessor dan lessee, lessee dapat diberikan opsi untuk membeli barang modal tersebut pada akhir masa kontrak. 

Berdasarkan Keputusan Mentri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 sewa guna usaha terbagi menjadi finance lease dan operating lease. Finance lease adalah kegiatan sewa guna usaha, dimana lessee pada akhir masa kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa yang disepakati. Sebaliknya, operating lease tidak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha. 

 Pihak Utama dalam Transaksi Leasing 
1. Lessor Perusahaan sewa guna usaha atau dalam hal ini pihak yang memiliki hak kepemilikan atas barang 
2. Lessee Perusahaan atau pihak pemakai barang yang bisa memiliki hak opsi pada akhir perjanjian. 
3. Supplier Pihak penjual barang yang disewagunausahakan. 


PASAR MODAL 
Definisi 
Pasar modal secara umum adalah suatu tempat bertemunya para penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi dalam rangka memperoleh modal atau surat-surat berharga jangka panjang. Penjual dalam pasar modal merupakan perusahaan yang membutuhkan modal (emiten), sehingga mereka berusaha untuk menjual efek-efek di pasar modal. Sedangkan pembeli (investor) adalah pihak yang ingin membeli modal di perusahaan yang menurut mereka menguntungkan. 

 Instrumen-Instrumen Pasar Modal 
1. Saham ( surat berharga yang bersifat kepemilikan) 
a. Saham biasa (Common Stock) 
- Memiliki hak suara 
- Hak memperoleh pembagian kekayaan perusahaan apabila bangkrut. Dilakukan setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi.
 - Dividen dibayarkan sepanjang perusahaan memperoleh laba 

b. Saham Preferen 
- Memiliki hak paling dulu mendapatkan dividen 
- Tidak memiliki hak suara 
- Dapat mempengaruhi manajemen perusahaan terutama dalam pencalonan pengurus. 

2. Rights 
Hak yang diberikan kepada pemegang saham lama untuk membeli tambahan saham baru yang diterbitkan oleh suatu perusahaan. 

3. Obligasi 
Bukti hutang dari emiten yang dijamin oleh penanggung yang mengandung janji pembayaran bunga atau jani lainnya serta pelunasan pokok pinjaman yang dilakukan pada tanggal jatuh tempo.


PASAR UANG 
Definisi 
Tempat bertemunya emiten dan investor yang memperjualbelikan surat berharga jangka pendek yang jangka waktunya tidak lebih dari satu tahun. 

Tujuan Penghimpunan Dana 
1. Memenuhi kebutuhan dana jangka pendek 
2. Memenuhi kebutuhan likuiditas
3. Memenuhi kebutuhan modal kerja 
4. Mengalami kalah kliring 

Tujuan Menanamkan Dana di Pasar Uang 
1. Memperoleh penghasilan dengan tingkat suku bunga tertentu 
2. Membantu pihak yang benar-benar mengalami kesulitan keuangan 
3. Spekulasi, berharap akan memperoleh keuntungan besar dalam waktu yang relatif singkat. 

Instrumen Pasar Uang 
1. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 
2. Surat Berharga Pasar Uang 
3. Sertifikat Deposito 
4. Commercial Paper 
5. Banker Acceptance 

PASAR VALUTA ASING 
Definisi 
Pasar dimana transaksi valuta asing dilakukan, baik antar negara maupun dalam suatu negara. Dalam bursa valas, terdapat mekanisme dimana orang dapat mentransfer daya beli antar negara, memperoleh atau menyediakan kredit untuk transaksi perdagangan internasional, dan meminimalkan kemungkinan risiko kerugian akibat terjadinya fluktuasi kurs suatu mata uang. 

Jenis Transaksi dalam Pasar Uang 
1. Transaksi SPOT 
Jual beli mata uang dengan penyerahan dan pembayaran antar bank yang akan diselesaikan pada maksimum dua hari kerja berikutnya. 
a. Value Today 
Penyerahan dilakukan pada tanggal (hari) yang sama dengan tanggal dilakukannya transaksi. 
b. Value Tomorrow 
Penyerahan dilakukan pada hari kerja berikutnya
c. Value Spot 
Penyerahan dilakukan dua hari kerja setelah transaksi. 

2. Transaksi Forward 
Transaksi sejumlah mata uang tertentu dengan sejumlah mata uang lainnya dengan penyerahan pada waktu yang akan datang. 

3. Transaksi SWAP 
Pembelian dan penjualan secara bersamaan sejumlah tertentu mata uang dengan dua tanggal valuta (penyerahan) yang berbeda. Transaksi SWAP perpaduan antara transaksi SPOT dan FORWARD. Dealer membeli suatu mata uang dengan transaksi SPOT dan secara simultan menjual kembali jumlah yang sama kepada bank lain dengan kontrak forward. 


DANA PENSIUN 
Definisi 
Dana pensiun adalah dana yang secara khusus dihimpun dengan tujuan untuk memberikan manfaat kepada peserta ketika mencapai usia pensiun (retirement), cacat (disability), atau meninggal dunia (death). Dana pensiun itu dikelola oleh trust, badan khusus sejenis lembaga keuangan atau perusahaan asuransi atau badan khusus yang dibentuk untuk mengelola dana pensiun. Perusahaan dana pensiun, perusahaan yang memungut dana dari karyawan suatu perusahaan dan memberikan pendapatan kepada peserta pensiun sesuai perjanjian. 

Jenis-Jenis Dana Pensiun 
1. Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK)
Pengelolaan dana pensiun dilakukan oleh perusahaan. Alternatifnya: 
a. Mendirikan sendiri dana pensiun bagi karyawannya 
b. Mengikuti program pensiun yang diselenggarakan oleh dana pensiun lembaga keuangan lain. 
c. Bergabung dengan dana pensiun yang didirikan oleh pemberi kerja lain. 
d. Mendirikan dana pensiun secara bersama-sama dengan pemberi kerja lainnya. 

2. Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) 
Penyelenggaraan dana pensiun dilakukan oleh bank umum, asuransi jiwa, dsb. Program-program antara lain: 

a. Program Pensiun Manfaat Pasti 
Program pensiun yang besarnya manfaat pensiun ditetapkan dalam Peraturan dana pensiun. Seluruh iuran merupakan beban karyawan yang dipotong dari gajinya. 

b. Program Pensiun Iuran Pasti 
Besarnya manfaat pensiun tergantung dari hasil pengembangan kekayaan dana pensiun. Iuran ditanggung bersama oleh karyawan dan perusahaan pemberi kerja.

Read More..

IJMA'

BAB I PENDAHULUAN


1.1 LATAR BELAKANG
Ijma merupakan konsensus baik dari masyarakat maupun para cendikiawan agama. Perbedaan konseptual antara Sunnah dan Ijma` terletak pada kenyataan Sunnah pada pokoknya terbatas pada ajaran-ajaran Nabi dan diperluas kepada para sahabat karena merupakan sumber bagi penyampaiannya, sedangkan Ijma` adalah suatu prinsip isi hukum baru yang timbul sebagai akibat dalam melakukan penalaran dan logikanya menghadapi suatu masyarakat yang meluas dengan cepat, seperti halnya masyarakat islami dini, yang bermula dengan para sahabat dan diperluas kepada generasi-generasi berikutnya.

Karena itu, tampaknya Ijma` merupakan faktor yang paling ampuh dalam memecahkan kepercayaan dan praktik rumit kaum muslimin. Pada suatu masa tertentu Ijma` memiliki kesahihan dan daya fungsional tertinggi. Jika keputusannya paling menentukan, hal itu hanya menentukan dalam arti nisbi, karena ijma` mempunyai potensi berasimilasi, mengubah dan menolak menurut persyaratan kehidupan modern. Walaupun pengaruh Ijma` bersifat mempersatukan, namun sebenarnya tetap masih ada perbedaan pendapat tentang suatu persoalan kecil yang tidak disepakati.

I.2 RUMUSAN MASALAH
Pada uraian latar belakang di atas dapat dikemukakan beberapa masalah yang menjadi objek permasalah yang akan di bahas pada makalah ini. 
1. Apakah yang dimaksud dengan Ijma`? 
2. Sebutkan macam-macam Ijma`? 
3. Perbedaan pendapat para ulama tentang Ijma`? 
4. Apakah landasan syariat tentang Ijma`? 

I.3 TUJUAN PEMBAHASAN
Sesuai rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah: 
1. Agar para pembaca memahami dengan jelas tentang Ijma` dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. 
2. Agar pembaca mengetahui landasan syariat tentang Ijma`. 
3. Agar pembaca mengetahui tentang perbedaan pendapat tentang Ijma`. 
4. Agar pembaca sebab-sebab dilakukannya Ijma` 


BAB II PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI
Menurut bahasa (الِإجْمَاعُ) artinya sepakat, setuju atau sependapat. Kesepakatan (الاتِّفَاقُ) seperti: (أَجْمَعَ المُسْلِمُوْنَ عَلَى كَذَا) kaum muslimin bersepakat tentang sesuatu. 
Sebagaimana Firman Allah dalam Al-qur`an surat Yusuf 

Maka tatkala mereka membawanya dan sepakat memasukkannya ke dasar sumur (lalu mereka masukkan dia), dan (di waktu Dia sudah dalam sumur) Kami wahyukan kepada Yusuf: "Sesungguhnya kamu akan menceritakan kepada mereka perbuatan mereka ini, sedang mereka tiada ingat lagi." 

Sedang menurut istilah adalah kesepakatan para mujtahid dari umat Muhammad sesudah wafatnya beliau pada suatu masa tentang suatu perkara (hukum).
 اتِّفَاقُ مُجْتَهِدِيْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ وَفَاتِهِ فِيْ عَصْرِ مِنَ العُصُوْرِ عَلَى أَمْرٍ مِنَ الأُمُوْرِ 
Artinya: "kesepakatan para mujtahid ummat Muhammad saw setelah beliau wafat dalam masa-masa tertentu dan terhadap perkara-perkara tertentu pula". (lihat Irsyadul Fuhul: 71).

Dapat disimpulkan Ijma` ialah kesepakatan para mujtahid dalam suatu masa wafatnya Rasulullah SAW, terhadap hukum Syara` yang bersifat praktis (`amaly). Para ulama telah bersepakat, bahwa ijma` dapat dijadikan argumentasi (hujjah) untuk menetapkan hukum syara` , tetapi mereka berbeda pandapat dalam menentukan siapakah ulama mujtahidin yang berhak menetapkan Ijma' . 

Madzhab Syia`h berpendapat, bahwa Ijma` yang dapat dijadikan argumentasi (hujjah) , adalah ijma` para imam dan mujtahid yang mengikuti madzhab Syi`a. Sementara itu menurut pendapat Jumhur, Ijma` yang dapat dijadikan argumentasi dalam menetapkan hukum Syara` adalah Ijma` para ulama Jumhur. 

Imam Syafi`i membagi hukum yang bersumber dari dalil-dalil syara` menjadi dua yaitu: 
1. Hukum Zhahir dan batin: Hukum-hukum syara` yang bersumber dari nash yang mutawatir, baik Al-qur`an maupun hadist mutawatir. 

2. Hukum Zhahir, yaitu hukum-hukum syara` yang ditetapkan berdasarkan dalil hadist ahad, ijma` atau qiyas, yang semua itu tidak disepakati oleh para ulama

2.1.1 Unsur-Unsur Ijma’ 
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa ijma’ mengandung beberapa unsur sebagai berikut 
 a. Adanya kesepakatan seluruh mujtahid dari kalangan umat islam(ulama) 
Apabila ada ulama yang menolak kesepakatan tersebut, maka kesepakatan yang lainnnya tidak dapat disebut ijma’. Berdasrkan unsur yang pertama ini dapat pula diketahui ulama yang melakukan kesepakatan tersebut harus dari seluruh ulama yang ada tanpa pembatasan wilayah atau negara, dan atau golongan tertentu. Dengan kata lain, dari seluruh dunia. Karena itu, jika ada ulama dari golongan atau negara tertentu yang tidak sepakat, maka ijma’ tidak terwujud. 

b. Suatu kesepakatan yang dilakukan haruslah dinyatakan secara jelas. Berdasarkan unsur ini, jika ada ulama mujtahid yang diam-diam berbeda pendapat dengan para ulama mujtahid lainnya, ijma’ juga tidak terwujud.

c. Yang melakukan kesepakatan tersebut adalah mujtahid. Berdasarkan unsur ini, maka yang melakukan kesepakatan tersebut bukanlah sembarang ulama, tapi adalah mereka yang telah memenuhi syarat sebagai mujtahid, meskipun pada taingkatan yang terendah sekalipun . 

d. Kesepakatan tersebut terjadi setelah wafatnya Rasululllah. Agaknya unsur ini perlu ditegaskan adalam definisi karena pada masa hidupnya Rasululllah, pemegang otoritas keagamaan, sehingga tidak diperlukan adanya ijma’ dalam bidang keagamaan semua persoalan dirujukkan kepada beliau baik melalui wahyu matluw maupun wahyu ghair matluw.

e. Yang disepakati itu adalah hukum syara mengenai suatu masalah atau peristiwa hukum tertentu 

2.2 TAHAP PERKEMBANGAN IJMA` 
Sejak periode sahabat hingga masa imam-imam mujtahid, pemikiran ijma` telah berkembang melalui 3 periode sebagai berikut ; 
1. Setelah Rasulullah SAW wafat, para sahabat melakukan ijtihad untuk menetapkan hukum terhadap masalah-masalah yang mereka hadapi. Khalifah Umar ibnu Khattab R.A. misalnya selalu mengumpulkan para sahabat untuk berdiskusi dan bertukar pikiran dalam menetapkan hukumnya beberapa masalah yang mereka hadapi. Jika mereka telah bersepakat pada suatu hukum, maka dia menjalankan pemerintahannya berdasarkan hukum yang telah disepakati. 

2. Pada masa Ijtihad, para imam mujtahid berusaha agar pendapatnya agar pendapatnya tidak menyimpang dari apa yang telah ditetapkan oleh para fuqaha di negerinya, sehinnga imam mujtahid tersebut tidak dianggap menyimpang pola berpikirnya. 

3. Para fuqaha berusaha keras untuk mengetahui Ijma`dari sahabat untuk di ikuti, agar mereka tidak menyimpang dari hukum-hukum yang telah disepakati oleh para sahabat. 

2.3 SEBAB-SEBAB DILAKUKANNYA IJMA` 
Diantara sebab-sebab dilakukannya ijma` adalah sebagai berikut. 
1. Adanya masalah-masalah hukum yang tidak secara eksplisit disebutkan dalam Al-quran dan As-Sunnah (dalil qat`i), sedang masalah tersebut memerlukan kejelasan hukumnya, sehinnga para mujtahid, baik langsung maupun tidak langsung , memutuskannya secara bersama-sama. 

2. Dalam menyelesaikan masalah tertentu, para mujtahid pada masa tertentu, relatif mudah untuk melakukan koordinasi dan komunikasi. 

3. Masalah yang timbul adalah masalah amaliah yang tidak menimbulkan perbedaan dan perpecahan, sehimgga jika terjadi di antara mereka relatif mudah untuk dipersatukan. 

Imam Syafi`i cenderung menolak kemungkinan terjadinya Ijma` dengan alasan-alasan sebagai berikut : 
1. Para fuqaha berdomisili di berbagai tempat yang saling berjauhan, sehingga mereka tidak mungkin dapat bertemu.

2. Terjadinya perbedaan pendapat di antara para fuqaha yang tersebar di berbagai daerah di seluruh negara-negara islam. 

3. Tidak adanya kesepakatan para ulama tentang kriteria ulama yang berhak untuk berpendapat dalam masalah-masalah fiqh. 

2.4 CONTOH IJMA
Hukum Syara` yang telah mencapai Ijma`( kesepakatan ulama ) cukup banyak diantaranya sebagai berikut. 
1. Masalah jual beli yang belum bisa diserahkan pada waktu transaksi (ba`iul mu`atah), para ulama sepakat atas sahnya jual beli semacam ini meski tanpa adanya dalil yang menjadi landasannya. 

2. Masalah keharaman menikahi ibu mertua, ibu tiri, nenek. Kesepakatan ulama atas masalah ini di dasarkan pada Al-Quran Surah An-Nisa ayat 23

Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 

Maksud ibu di sini ialah ibu, nenek dan seterusnya ke atas. dan yang dimaksud dengan anak perempuan ialah anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah, demikian juga yang lain-lainnya. sedang yang dimaksud dengan anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu, menurut jumhur ulama Termasuk juga anak tiri yang tidak dalam pemeliharaannya. 

3. Masalah hukum nenek yang mendapatkan warisan 1/6 dari harta warisan. Hal ini berdasarkan hadis yang menerangkan bahwa Nabi Muhammad SAW memberi warisan hak warisan nenek sebanyak 1/6. 

2.4.1. Hukum Menyalahi Ijma’ 
Hukum bagi orang yang tidak mengakui atau menyalahi Ijma' sebagai sebuah dalil terbagi dalam dua (2) golongan: 

• Orang yang mengingkari kehujjahan (dalil) Ijma'. Sebagian ulama' menganggap orang ini kafir. Pengarang Kasyful Asyror berkata: barang siapa yang mengingkari Ijma', maka berarti ia membatalkan seluruh agamanya. 

Akan tetapi sabagaimana telah dimaklumi bahwa Ushuluddin dan poros utamanya adalah pada Al-Qur'an dan Sunnah. Sedangkan dilalah (dalil) nya menurut kebanyakan para ulama' atas dasar Ijma', baik dzonni maupun qoth'i, karena hal tersebut bukanlah sesuatu yang disepakati. Untuk itu orang yang mengingkari dalil Ijma' tidak dianggap kafir, akan tetapi hanya dianggap pelaku bid'ah atau fasiq.

• Orang yang menyalahi suatu hukum yang ditetapkan atas dasar Ijma'. Hal ini memiliki tiga tingkatan: 
1) Hukum yang telah diketahui secara pasti dalam agama. Semuanya telah menjadi Ijma' baik bagi orang awam maupun orang khusus (ulama'), seperti keesaan Alloh swt, Rububiyah-Nya. Alloh satu-satunya yang berhak diibadahi, kenabian Muhammad saw sebagai penutup para Rosul. Nash-nash yang menunjukkan terjadinya hari qiyamat, hari pembalasan, hari kebangkitan, hari perhitungan, jannah dan neraka, ushul-ushul syari'at dan ibadat seperti sholat, puasa, zakat, haji dan lain-lain. Maka, tidak diragukan lagi bahwa orang yang mengingkarinya adalah kufur. 

2) Hukum yang ditetapkan oleh Ijma' qoth'y, seprti haramnya mengawinkan seorang gadis dan bibinya sekaligus, haramnya berdusta kepada Rosululloh saw dan lain-lain. Maka orang yang mengingkarinya juga kufur. Karena, ia mengingkari hukum syar'i yang ditetapkan oleh dalil qoth'i 

3) Hukum yang ditetapkan oleh Ijma' dzonni (seperti Ijma' Sukuti), maka orang yang mengingkarinya dianggap fasiq, ahlul bid'ah dan dia tidak kufur 

2.5 SYARAT-SYARAT IJMA’
Dari definisi ijma` dapat diketahui bahwa Ijma` itu bisa terjadi bila memenuhi kriteria-kriteria dibawah ini 
• Yang bersepakat adalah para mujtahid Para ulama berselisih faham tentang istilah mujtahid, secara umum, mujtahid itu diartikan sebagai para ulama yang mempunyai kemampuan dalam meng-istinbath hukum dari dalil-dalil syara`. 

Seseorang ahli ijtihad dan mujtahid mestilah mempunyai syarat berikut : 
1. Islam dan bersikap adil 
2. Mengetahui tentang al Quran berserta makna-maknanya dari sudut bahasa dan syariat 
3. Mengetahui hadith beserta makna-maknanya dari sudut bahasa dan syariat 
4. Mampu mengetahui tentang masalah-masalah ijmak serta tempat-tempat berlaku ijmak. Hal tersebut supaya mereka tidak mengeluarkan fatwa yang bertentangan dengannya. 
5. Mengetahui al Qiyas - iaitu merangkumi tentang Illah, hikmat, kemaslahatan masyarakat serta uruf. 
6. Mengetahui dan memahami bahasa Arab dengan baik dan sempurna. Hal ini supaya dapat mentafsirkan al Quran dan Hadith dengan baik serta dalam istinbat hukum. 
7. Mengetahui tentang nasikh mansukh daripada al Quran dan hadith 
8. Mengetahui ilmu usul fiqh, Kerana ia merupakan asas dalam berijtihad dan istinbath hukum 
9. Mempunyai kefahaman yang baik dan benar, supaya mampu untuk membezakan pendapat yang benar dan pendapat yang salah. Iaitu mempunyai kecerdikan serta kemahiran dalam ilmu pengetahuan yang mendalam 
10. Baligh iaitu cukup umur dan sempurna akal pemikiran 
11. Mengetahui tentang dalil akal serta kehujahannya 
12. Mengetahui nas dan dalil yang berkaitan dengan hukum hakam sekurang-kurangnya, biarpun tidak menghafaznya. 
13. Mengetahui tentang sebab nuzul ayat serta sebab datang hadith atau asbab Wurud Hadith serta syarat hadith Mutawattir dan Ahad. 

Maka apabila dalam suatu masa tidak ada seorang pun yang mencapai derajat mujtahid, tidak akan terjadi ijma`. Suatu kesepakatan bisa dikatakan ijma` bila dilakukan oleh tiga orang atau lebih. 
• Yang bersepakat adalah seluruh mujtahid 
Sebagian ulama berpandangan bahwa ijma` itu sah bila dilakukan oleh sebagian besar mujtahid, karena yang dimaksud kesepakatan ijma` , termasuk pula kesepakatan sebagian besar dari mereka. 
Sebagian ulama yang lain berpandangan bahwa kesepakatan sebagian besar mujtahid itu adalah Hujjah, meskipun tidak dikategorikan sebagai ijma` . Karena kesepakatan sebagian besar mereka menunjukkan adanya kesepakatan terhadap dalil sahih yang mereka jadikan landasan penetapan hukum. Dan jarang terjadi, kelompok kecil yang tidak sepakat, dapat mengalahkan kelompok besar. 

• Para Mujtahid harus umat Muhammad SAW. 
Kesepakatan yang dilakukan oleh para ulama selain umat Muhammad SAW. Tidak bisa dikatakan ijma`. Hal ini menunjukkan adanya umat para Nabi yang lain yang ber-ijma` . Adapun ijma` umat Nabi Muhammad SAW. tersebut telah dijamin bahwa mereka tidak mungkin ber-ijma` untuk melakukan suatu kesalahan. 

• Dilakukan setelah wafatnya Nabi Ijma’ itu tidak terjadi ketika Nabi masih hidup, karena Nabi senantiasa menyepakati perbuatan-perbuatan para sahabat yang dipandang baik adna itu dianggap sebagai syariah. 

• Kesepakatan mereka harus berhubungan dengan syari`at Maksudnya, kesepakatan mereka haruslah kesepakatan yang ada kaitannya dengan syariat, seperti tentang wajib, sunah, makruh, haram dan lain-lain.

 2.6 KEHUJJAHAN IJMA` 
Jumhur ulama berpendapat, bahwa ijma` dapat dijadikan argumentasi (hujjah) berdasarkan dua dalil berikut; 
1. Hadist-hadist yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad tidak akan bersepakat terhadap kesesatan. Apa yang menurut pandangan kaum muslimin baik, maka menurut Allah juga baik.
 أُ مَّتِي لاَ تَجْتَمِع عَلَى ضَلاَ لَةٍ 
 Umatku tidak akan bersepakat atas sesuatu kesesatan ( Hr. Tirmidzi) 

2. Firman Allah dalam surat An-Nisa` 
Mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. 

2.7 TINGKATAN IJMA’
1. Ijma’ Sharih
Ijma sharih adalah kesepakatan pendapat para mujtahid, dimana kesepakatan tersebut dinyatakan dalam bentuk pernyataan lisan atau perbuatan, mengenai hukum suatu masalah tertentu. Ijma’ ini dapat terjadi dengan cara berkumpulnya seluruh ulama mujtahid dalam suatu tempat, kemudian masing-masing mereka menyatakan pendapat mengenai suatu masalah tertentu, dimana pendapat mereka itu ternyata sama. 

2. Ijma’ sukuti 
Ijma’ sukuti ialah adanya sebagian ulama yang menyatakan pendapat mereka mengenai suatu masalah tertentu dan pada waktu tertentu pula, sementara sebagian ulama lainnya, setelah mengetahui pendapat ulama tersebut, mengambil sikap diam dan tidak menyatakan penolakan terhadap pendapat tersebut. 

Para ulama sepakat bahwa bentuk ijma’ yang pertama, yaitu ijma’ sharih sebagai ijma dan merupakan hujjah. Tetapi mereka berbeda pendapat mengenai ijma’ sukuti. Madzhab syafi’i, Isa bin aban dan Malikiyyah berpendapat, ijma’ sikuti bukanlah ijma’ yang tidak dapat menjadi hujjah. Sementara mayoritas ulama Hanafiyyah dan imam Ahmad bin hanbal berpendapat ijma’ sukuti merupakan ijma’ dan menjadi hujjah. 

Dalam pada itu, untuk menerima ijma’ sukuti sebagai ijma’ yang menjadi hujjah, Hanafiyyah dan Malikiyyah mengemukakan lima syarat sebagai berikut: 
a. Diamnya para ulama itu tidak diiringi dengan tanda-tanda setuju atau tidak setuju 
b. Pendapat yang berkaitan dengan masalah yang menjadi objek ijma’ tersebar sedemikian rupa, sehingga diketahui oleh semua ulama mujtahid 
c. Terdapat waktu yang cukup bagi ulama yang diam itu untuk melakukan penelitian dan pembahasan terhadap masalah tersebut 
d. Masalah yang menjadi objek ijma’ adalah masalah yang bersifat ijtihadiyyah. 
e. Tidak terdapat halangan atau tekanan dan ancaman bagi mereka yang diam untuk menyatakan pendapat mereka secara bebas. 

2.8 MACAM-MACAM IJMA’ 
1. Ijma’ ahl al-madinah 
Pendapat ini dikemukakan oleh imam malik. Menurutnya ijma’ ahlul madinah merupakan hujjah, yaitu ijma’ yang dilakukan oleh kalangan sahabat atau tabiin yang berada di Madinah. Apabila kesepakatan yang dilakukan setelah masa dua generasi tersebut, maka ia tidak lagi menjadi hujjah. 

2. Ijma’ ahl al-haramain 
Sebagian ulama ushul berpendapat, kesepakatan masyarakat dari kedua wilayah mekkah dan madinah merupakan hujjah. Pendapat ini berangkat dari keyakinan bahwa ijma’ terbentuk hanya pada masa sahabat, sementara mekkah dan madinah adalah dua wilayah yang banyak didiami para sahabat, maka kesepakatan yang alhir dari kedua wilayah tersebut tentu juga menjadi hujjah. 

3. Ijma’ ahl al-Mishrain 
Sebagian ulama ushul berpendapat, kesepakatan masyarakat dari kedua wilayah kufah dan basrah merupakan hujjah. 

4. Ijma’ asy-syaikhan Pendapat ini dikemukakan oleh sebagian ulama, berdasarkan hadits nabi 
 عَنْ حَذَيْفَةَ آَ نَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَا لَ إِ قْتَدُوْا بِا للَّذَ يْنِ مِنْ بَعْدِي أَبِي بَكْرٍ وَ عُمَرَ 
” Dari Huzaifah bahwa Rasulullah bersabda turutilah dua orang setelah (wafat)- ku; Abu Bakar dan Umar” 

 5. Ijma’ al-Khulafa’ al-arba’ah/al-khulafa’ ar-rasyidin 
Pendapat ini dikemukakan oleh ulama hanafiyyah yang bernama al-Qadhi abi hazim, dan menurut satu riwayat, juga oleh ahmad bin hanbal. Mereka berpendapat kesepakatan di antara khalifah yang empat; Abu Bakar, Umar bin khatab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib, merupakan hujjah. 

6 Ijma’ al-itrah Pendapat ini dikemukakan oleh golongan syi’ah al-imamiyah dan az-zaidiyah. Mereka mengatakan kesepakatan keluarga Nabi merupakan hujjah. 

2.9 SANDARAN IJMA’ 
Para ulama bersepakat bahwa yang dijadikan landasan oleh ijma’ hanyalah Al-Qur’an dan Sunnah. Semntara itu untuk qiyas masih terdapat perbedaan pendapat. Dalam hal ini para fuqaha terbagi menjadi tiga pendapat: 

1. Qiyas tidak dapat dijadikan landasan bagi ijma’, karena qiyas mempunyai beberapa segi yang bermacam-macam. Di segi lain kehujjahan qiyas bukanlah sesuatu yang disepakati, sehingga tidak mungkin qiyas dapat dijadikan landasan bagi ijma’. 

2. Qiyas dengan segala bentuknya dapat dijadikan sandaran ijma’, karen a qiyas adalah hujjah syar’iyyah yang didasarkan pada dalil-dalil nash. 

3. Apabila illat suatu qiyas disebutkan dalam nash atau sudah jelas sehingga tidak memerlukan pembahasan yang mendalam yang dapat menimbulkan perbedaan persepsi, maka qiyas dapat dijadikan landasan oleh ijma’. Sebaliknya jika illat suatu qiyas tidak jelas atau tidak disebutkan dalam nash, maka qiyas tersebut tidak dapat dijadikan landasan ijma’. 

2.10 MENASAKH IJMA’ 
Nasakh hukum syara’ hanyalah terjadi pada hukum-hukum syara’ yang ditetapkan berdasarkan dalil-dalil nash (Al-Qur’an dan Sunnah). Karena nasakh hanya terdapart pada masa Rasulullah, sesudah itu tidak ada lagi. Oleh karena itu, nasakh tidak terjadi pada hukum-hukum syara’ yang ditetapkan berdasarkan ra’yu meskipun ra’yu tersebut terikat oleh dalil-dalil nash. 

Sebagian fuqaha berpendapat, bahwa para mujtahid yang hidup pada masa terjadinya ijma’ tentang suatu hukum diperbolehkan merubah ijma’ yang satu menjadi ijma’ yang lain. Akan tetapi, jumhur ulama tidak membenarkan terjadinya ijma’ baru terhadap suatu hukum yang telah ditetapkan oleh ijma’ terdahulu, karena hal itu menimbulkan penyimpangan terhadap ijma’ yang pertama. Padahal ijma’ yang pertama merupakan hujjah yang tidak boleh diperselisihkan, apalagi membentuk ijma’ baru yang bertentangan dengan ijma’ pertama. 

2.11 TERJADINYA IJMA’
Para fuqaha tidak bersepakat tentang terjadinya ijma’ kecuali ijma’ para sahabat karena ijma’ para sahabat terdapat hukum-hukum syara’ telah ditetapkan secara mutawatir sehingga tidak ada seorangpun yang menolaknya, termasuk orang yang mengangggap tidak mungkin terjadinya ijma’. 

Imam Fahrur Razi dan mayoritas fuqaha berkata ijma’ yang diriwayatkan perseorangan tidak dapat dijadikan hujjah. Sebagai alasan, faktor yang menyebabkan ijma’ dijadikan hujjah adalah terletak oada sifatnya yang qath’i yaitu bahwa ijma’ tersebut disandarkan pada para ulama yang membentuknya. Sebagian tokoh ushul fiqh berpendapat, bahwa ijma’ boleh diriwayatkan perseorangan, kaeena selain ijma’ shabat tidak ada satupun ijma’ yang diriwsayatkan secara mutawatir.   

BAB III PENUTUP 

3.1 KESIMPULAN 
Dari pembahasan yang telah dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ijma’ adalah suatu dalil syara’ yang memiliki tingkat kekuatan argumentatif di bawah dalil-dalil nas (Al Quran dan hadits). Untuk memiliki Ijma’ , kita tidak perlu menekankan pembenaran yang bersifat otoriter. Namun otoritas atau pembuktian bagi pendapat-pendapat yang membentuk ijma’ boleh dijadikan kemungkinan seperti Qiyas. Suatu masyarakat muslim yang igin tetap mengikuti dunia modern harus memberikan arti yang layak kepada Ijma’ sebagai sumber hukum islam dan yurisprudensi . Karena membantu kita memperoleh seperangkat asas-asas atau kitab undang-undang tingkah laku yang menjalankan Ijtihad. Pada masa Rasulullah masih hidup, tidak pernah dikatakan ijma’ dalam menetapkan suatu hukum, karena segala permasalahan dikembalikan kepada beliau, apabila ada hal-hal yang belum jelas atau belum diketahui hukumnya. Kita menemukan pembenaran terhadap Ijma’ sebagai sumber dinamik baik dalam Al-Quran maupun Sunnah. Dalam Al-Quran dinyatakan dalam surat Al-Baqarah ayat 143 

Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa Amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. 

3.2 SARAN
Demikianlah makalah yang kami buat dan kami berharap dengan adanya makalah ini kami dapat berbagi ilmu dan mengingatkan kembali tentang betapa pentingnya Ijma’ harus diterapkan dalam kehidupan kita. Jadikanlah makalah ini sebagai media untuk memahami diantara sumber-sumber Islam (ijma’) demi terwujudnya dan terciptanya tatanan umat (masyarakat) adil dan makmur. Kami sadar, dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Maka dari itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan dan konstruktif demi kesempurnaan penulisan makalah selanjutnya.   

DAFTAR PUSTAKA 
Abu Zahrah , Muhammad. 1994. Ushul Fiqh . Jakarta: Pustaka Firdaus. 
Mannan. 1992 , Ekonomi Islam : Teori dan Praktek . Potan Arif Harahap, penerjemah. Jakarta : PT Intermasa. 
Dahlan, Rahman. 2010. Ushul Fiqh . Jakarta : Amzah. 
 Muslim, Muhammad. 2007. Fiqih 3 . Jakarta : Yudhistira

Read More..