Dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan, dan sebagainya. Akan tetapi, terdapat bnayak perbedaan mendasar di antara keduanya. Perbedaan itu menyangkut aspek legal, struktrur organisasi, usaha yang dibiayai, dan lingkungan kerja. 




A. AKAD DAN ASPEK LEGALITAS
Dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akadyang dilakukan berdasarkan hukum islam. Seringkali nasabah berani melanggar kesepakatan/ perjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tetapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah nanti. Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya, harus memenuhi ketentuan akad, seperti hal-hal berikut. 

1. Rukun : 
• Penjual dan pembeli 
• Barang 
• Harga 
• Akad/ijab-qabul 

2. Syarat : 
• Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah. 
• Harga barang dan jasa harus jelas 
• Tempat penyerahan (delivery) harus jelas karena akan berdampak pada biaya transportasi. 
• Barang dan transaksi harus sepenuhnya dalam kepemilikan tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki atau dikuasai seperti yang terjadi pada transaksi short sale dalam pasar modal. 


B.LEMBAGA PENYELESAIAN SENGKETA
Berbeda dengan perbankan konvensional, jika pada perbankan syariah terdapat perbedaan atau penyelisihan antara bank dan nasabahnya, kedua belah pihak tidak menyelesaikan di peradilan negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai tata cara dan hukum materi syariah. Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan prinsip syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan Arbitase Muamalah Indonesia atau BAMUI yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia.Selanjutnya, atas keputusan rapat Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia Nomor : Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal 24 Desember 2003 nama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) diubah menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) yang sebelumnya direkomendasikan dari hasil RAKERNAS MUI pada tanggal 23-26 Desember 2002. 


C.STRUKTUR ORGANISASI 
Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang amat membedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. Dewan Pengawas Syariah biasanya diletakan pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin efektivitas dari setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah. Karena itu, biasanya penetapan aggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, setelah para anggota Dewan Pengawas Syariah itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional. 

1.Dewan Pengawasa Syariah (DPS) 
Peran utama para ulama dalam Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar selalu sesuai denagn ketentuan-ketentuan syariah. Hal ini karena transaksi-transaksi yang berlaku dalam bank syariah sangat khusus jika dibandingkan bank konvensioanl. Karena itu, diperlukan garis panduan (guidelines) yang mengaturnya. Garis panduan ini disusun dan ditentukan oleh Dewan Syariah Nasional. Dewan Pengawas Syariah harus membuat pernyataan secara berkala (biasanya tiap tahun) bahwa bank yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah. Pernyataan ini dimuat dalam laporan tahunan (annual report) bank bersangkutan. Tugas lain Dewan Pengawas Syariah adalah meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yang diawasinya. Dengan demikian, Dewan Pengawas Syariah bertindak sebagai penyaring pertama sebelum suatu produk diteliti kembali dan difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional. 

2.Dewan Syariah Nasional (DSN) 
Sejalan dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah di Tanah Air, berkembang pula jumlah DPS yang berada dan mengawasi masing-masing lembaga tersebut. Banyaknya dan beragamnya DPS di masing-masing lembaga keuangan syariah adalah suatu hal yang harus disyukuri, tetapi juga diwaspadai. Kewaspadaan itu berkaitan dengan adanya kemungkinan timbulnya fatwa yang berbeda dari masing-masing DPS dan hal itu tidak mustahil akan membingungkan umat dan nasabah. Oleh karena itu, MUI sebagai paying bagi lembaga dan organisasi keislaman di Tanah Air, menganggap peril dibentuknya satu dewan syariah yang bersifat nasional dan membawahi seluruh lembaga keuangan, termasuk di dalamnya bank-bank syariah. Lembaga ini kelak kemudian dikenal dengan Dewan Syariah Nasional atau DSN. 

Dewan Syariah Nasional dibentuk pada tahun 1997 dan merupakan hasil rekomendasi Lokakarya Reksadana Syariah pada bulan juli tahun yang sama. Lembaga ini merupakan lembaga otonom di bawah Majlis Ulama Indonesia dipimpin oleh ketua umum Majlis Ulama Indonesia ddan Sekertaris, kegiatan sehari-hari Dewan Syariah Nasional dijalnkan oleh Badan Pelaksana Harian dengan seorang ketua dan sekertaris serta beberapa anggota.

Fungsi utama Dewan Syariah Nasional adalah mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariah Islam. Dewan ini bukan hanya mengawasi bank syariah, tetapi juga lembaga-lembaga lain seperti asuransi, reksadana, modal ventura, dan sebagainya. Untuk keperluan pengawasan tersebut, Dewan Syariah Nasional membuat garis panduan produk syariah yang diambil dari sumber-sumber hukum Islam. Garis panduan ini menjadi dasar pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah pada lembaga-lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar pengembangan produk-produknya. Fungsi lain dari Dewan Syariah Nasional adalah meneliti dan member fatwa bagi produk-produk yang dikembangkan oleh lembaga keuangan syariah. Produk-produk baru tersebut harus diajukan oleh manajemen setelah direkomendasikan oleh Dewan Pengawas Syariah pada lembaga yang bersangkutan. 

Selain itu, Dewan Syariah Nasional bertugas memberikan rekomendasi para ulama yang akan ditugaskan sebagai Dewan Syariah Nasional pada suatu lembaga keuangan syariah. Dewan Syariah Nasioanl dapat member teguran kepada lembaga keuangan syariah jika lembaga yang bersangkutan menyimpang dari garis panduan yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan Dewan Syariah Nasional telah menerima laporan dari Dewan Pengawas Syariah pada lembaga yang bersangkutan mengenai hal tersebut. Jika lembaga keuangan syariah tersebut tidak mengindahkan teguran yang diberikan, Dewan Syariah Nasional dapat mengusulkan kepada otoritas yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan Departemen Keuangan, untuk memberikan sanksi agar perusahaan tersebut tidak menegembangkan lebih jauh tindakan-tindakannya yang tidak sesuai dengan syariah. 


D.BISNIS DAN USAHA YANG DIBIAYAI
Dalam bank syariah, bisnsi dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas dari saringan syariah. Karena itu, bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang terkandung di dalamnya hal-hal yang diharamkan. Dalam perbankan syariah suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum dipastikan beberapa hal pokok, di antaranya sebagai berikut. 
a. Apakah objek pembiayaan halal atau haram 
b. Apakah proyek menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat 
c. Apakah proyek berkaitan dengan perbuatan asusila 
d. Apakah proyek berkaitan dengan perjudian 
e. Apakah usaha itu berkaitan dengan industry senjata yang illegal atau berorientasi pada pengembangan senjata pembunuh massal 
f. Apakah proyek dapat merugikan syiar Islam, baik secara langsung maupun tidak langsung 


E.LINGKUNGAN KERJA DAN CORPORATE CULTURE 
Sebuah bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah. Dalam hal etika, misalnya sifat amanah dan shiddiq harus melandasi setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif muslim yang baik. Di samping itu, karyawan bank syariah harus skillful dan professional, dan mampu melakukan tugas secara team-work di mana informasi merata di seluruh fungsional organisasi. Demikian pula dalam hal reward dan punishment, diperlukan prinsip keadilan yang sesuai dengan syariah. Selain itu, cara berpakaian dan tingkah laku dari para karyawan merupakan cerminan bahwa mereka bekerja dalam sebuah lembaga keuangan yang membawa nama besar Islam, sehingga tidak ada aurat yang terbuka dan tingkah laku yang kasar. Demikian pula dalam menghadapi nasabah, akhlak harus senantiasa terjaga. 


F. PERBANDINGAN ANTARA BANK SYARIAH DAN BANK KONVENSIONAL
Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional disajikan dalam tabel berikut:



G PERGERAKAN EKONOMI KONVENSIONAL DAN KONTEMPORER
Kritik terhadap ilmu ekonomi konvensional,terutama neo kelasik, sebenarnya bukan merupakan hal baru. Kritik dari kalangan pemikir barat sendiri telah muncul sejak beberapa abad lalu,bahkan tidak jauh dari hari kelahiran ilmu ekonomi sendiri (tahun 1776). Beberapa pemikir seperti Sismondi (1773-1842 M), Carycle (1795-1881), Karl marx (18181-1883.), Ruskin (1819-1900), Tawney(1880-1962), Schumaster (1891-1971), Boulding (1910-1993), dan lain-lainnya adalah contoh dari mereka yang kritis terhadap paradigma ilmu ekonomi konvensional. Menurut Chapra (2001), diluar dari kritik kelompok sosialis-komunis, hingga saat ini setidaknya terdapat empat aliran pemikiran ekonomi yang mengktritik tajam dan kemudian aliran pemikiran ini meskipun saling berbeda dalam fokus solusi yang ditawarkan, tetapi memiliki benang merah dalam kesadaran bahwa kepentingan pribadi (self selfishness) dan kompetisi bebas bukanlah motifasi utama dibalik tindakan manusia. Perbedaan diantara aliran-aliran ini pada dasarnya hanyalah pada pendekatan (approach) saja bukan pada substansi permasalahannya. Mereka memandang penting Al turisme (sikap mementingkan orang lain), kerjasama dan gotong royong, nilai moral dan etika, perbuatan sosial dan politik yang akan membentuk preferensi dan membimbing tindakan manusia. Aliran-aliran pemikiran ekonomi kritis yaitu: 
- Grand Economics yang berpendapat bahwa tingkah laku al-truistic bukan merupakan sebuah penyimpangan dari prinsip rasionalitas,sementara menyederhakan tingkah laku rasional hanya dengan sikap mementingkan diri sendiri adalah tidak realiatis. Salah satu pendukungnya, Han (1979), menyatakan, ilmu ekonomi mungkin sudah melakukan kesalahan ketika ia mengadopsi tatanama “rasionalitas ”pada saat seluruh pengertian diartikan sebagai kalkulasi yang tepat dari sebuah kepribadian yang teratur, aliran pemikiran ini juga mengajukan konsep:”boulding optimum “ sebagai alternatif dari pareto optimum yang memasukan pertimbangan alturisme dan kepentingan pribadi justru akan menigkatkan fungsi diskriptif dan analis serta prediktif dari ilmu ekonomi menjadi lebih tepat. 

- Humanistic Economics yang menekankan perlunya pembentukan dasar-dasar humanisme bagi upaya peningkatan kesejahteraan manusia melalui cara pengakuan dan penyatuan seluruh susunan nilai dasar kemanusiaan. 


DAFTAR PUSTAKA
Saad Said,Marthon,Ekonomi Islam,Maktabah Arryadh,2004,Jakarta Timur
Pkes,Materi Dakwah Ekonomi Islam,PKES(Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah),Jakarta
Antonio, M. Syafi'i,Bank Dan Lembaga Keuangan Dari Teori Ke Praktik,Gema Insan & Tazkia Cendikia,2004.2007.Jakarta.

Share this article :

Ditulis Oleh : Bidadari kecil

Artikel PERBEDAAN ANTARA BANK SYARIAH DAN BANK KONVENSIONAL ini diposting oleh Bidadari kecil pada hari Sabtu, 15 Juni 2013. Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca artikel ini. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar.