RISIKO KREDIT PADA BANK BRI 


Untuk Memenuhi Tugas : 
MANAJEMEN RISIKO 





KELOMPOK A – MKI B 
ANANDA RIZKY YASINDA 
DESGITA WENDRIANI 
DEWI AYU SARTIKA PUTRI 
HAFAZOH ALAWIYAH 
RIA BUDIATI 
WULAN SARI




 PROGRAM STUDI BISNIS DAN MANAJEMEN ISLAM SEKOLAH TINGGI EKONOMI ISLAM TAZKIA 2012 M / 1434 H 


Landasan Syariah “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu...” [388]. (QS Al-Maidah : 1) [388] Aqad (perjanjian) mencakup: janji prasetia hamba kepada Allah dan Perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya. 

Definisi Risiko Kredit
Risiko kredit didefinisikan sebagai risiko kerugian yang terkait dengan kemungkinan bahwa counterparty akan gagal memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo, dengan kata lain risiko yang timbul ketika debitur tidak dapat membayar kewajibannya.

I. Isu dalam Risiko Kredit 
Bermula dari informasi Bank Indonesia yang mencatat hingga November 2011 jumlah kredit macet perbankan mencapai Rp 37,499 triliun. Jumlah ini turun tipis dalam sebulan dibandingkan Oktober 2011 yang sebesar Rp 37,856 triliun. Namun kredit macet ini tercatat naik dibandingkan November 2010 yang sebesar Rp 32,036 triliun. Kredit macet bank BUMN paling besar yaitu Rp 17,28 triliun. 
Berdasarkan data BI tersebut, jumlah kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) dari perbankan per November 2011 mencapai Rp 54,729 triliun, turun dari posisi Oktober 2011 yang sebesar Rp 55,926 triliun. Rasio NPL perbankan di November 2011 mencapai 2,55%. Sampai November 2011 jumlah kredit yang dikucurkan perbankan Indonesia mencapai Rp 2.146,86 triliun. Kredit ini naik dibandingkan periode yang sama di 2010 yang nilainya Rp 1.706,403 triliun. Dari total kredit tersebut, sebanyak Rp 1.997,533 triliun masuk kategori lancar. Sementara Rp 9,368 triliun masuk kategori kurang lancar, lalu Rp 7,861 triliun masuk kategori diragukan, dan Rp 37,499 triliun masuk kategori macet. Bank yang menguasai kredit terbesar hingga November adalah Bank Umum Swasta Nasional Devisa senilai Rp 887,709 triliun, bank BUMN Rp 760,53 triliun, Bank Pembangunan Daerah (BPD) Rp 176,561 triliun, bank asing Rp 135,755 triliun, bank campuran Rp 120,398 triliun, dan Bank Umum Swasta Non Devisa Rp 65,907 triliun. 

Berikut posisi jumlah kredit macet perbankan:
1) Bank BUMN Rp 17,28 triliun
2) Bank Umum Swasta Nasional Devisa Rp 11,899 triliun
3) Bank Pembangunan Daerah Rp 3,384 triliun
4) Bank Asing Rp 2,762 triliun
5) Bank Campuran Rp 1,38 triliun
6) Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa Rp 788 miliar

Dengan alasan tersebut, penulis memilih kasus risiko kredit yag terjadi pada salah satu BANK BUMN yaitu Bank BRI. Kasus ini bermula pada sekitar tahun 2007, PT I-One mengajukan kredit pada BRI senilai Rp 33,5 miliar. Fasilitas kredit berupa modal kerja dan investasi. Setelah dikucurkan, dalam pembayarannya kredit tersebut macet. Uang yang seharusnya dipakai untuk perusahaan itu dipakai untuk keperluan pribadi dan PT I-One kemudian tidak mampu lagi memenuhi kewajibannya untuk membayar fasilitas kredit yang telah diterima baik pinjaman pokok maupun bunganya. 
Kasus ini bermula pada 18 September 2007 ketika PT I-One mengajukan kredit modal usaha ke BRI untuk modal kerja sebesar Rp 12 M dan investasi sebesar Rp 6 M. PT I-One kemudian melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan dalam pengajuan kredit. Kemudian Hartono selaku account officer dari Bank BRI telah melakukan survey kelayakan “on the spot” setelah itu ia memberikan laporan analisa kelayakan calon debitur sesuai memorandum analisa kredit. Pada tanggal 1 Okt 2007, Bank BRI mencairkan dana sebesar Rp 15 M dari pengajuan kredit Rp 18 M. 
Pada tahun 2008, PT. I-One mengajukan kredit tambahan sebesar Rp 30,5 M dengan rincian yakni kredit modal kerja Rp 11 M, suplesi KMK Rp 7 M, dan K1-2 baru Rp 12,5 M. sehingga total kreditnya 34,250 M >> ga butuh waktu lama langsung cairrrrrr.. (TOTAL 45.5). 
Belakangan ini diketahui bahwa dokumen-dokumen dari PT I-One diragukan keabsahannya terkait peralatan kerja pabrik : 4 unit filter rod forming mesin, 3 unit mesin PD elektrik, dan beberapa lainnya yang dibeli tanpa bukti yg sah. SIUP PT I-One juga ternyata palsu. Ini menjadi salah satu indikator sekaligus bukti bahwa Hartono sebagai account officer tidak melakukan verifikasi berkas nasabah dengan benar. Uang yang didapat dari kredit bank BRI dipergunakan untuk kepentingan pribadi, bukan utk kepentingan usaha. Hingga pada akhirnya, November 2010 PT I-One masuk Collectability V yaitu dikategorikan sebagai KREDIT MACET.
Dengan terungkapnya kasus kredit macet ini, Hartono - mantan account officer bank BRI ditahan oleh Kejaksaan Agung. Pada saat ditahan, ia adalah seorang staff khusus BRI di kanwil Jakarta I. Saat pengucuran dana kredit itu terjadi, ia merupakan account officer BRI Kanwil Jawa Timur. Hartono ditahan karena tidak melakukan pengecekkan pengajuan kredit dengan benar sesuai tugas dan fungsi yang diembannya sebagai account officer. Ia tidak melakukan pengecekkan dan konfirmasi atas data dan dokumen yang dilampirkan dalam pengajuan kredit. Ia pun tidak memastikan kebenaran barang yang dibeli dengan uang yang telah dikucurkan oleh Bank BRI. 
Selain Hartono, Kejaksaan Agung juga menahan Direktur Utama PT I-One, Setiawan Irwanto. Setiawan ditahan karena menyalahgunakan kredit yang seharusnya dipergunakan sebagai modal kerja, justru ia gunakan untuk kepentingan pribadi. 
Hartono dan Setiawan Irwanto dijerat Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi pasal 2 dan pasal 3 juncto pasal 55. Kejaksaan Agung belum bisa memastikan apakah ada self dealing yang terjadi dalam kontrak kredit tersebut atau Hartono mendapatkan fee karena telah memberikan persetujuan kredit tersebut. Keduanya kini ditahan di rumah tahanan Kejaksaan Agung. Penyelidikan atas keduanya telah dilakukan sejak 18 Januari 2011 dengan surat perintah penyidikan No. 01F2FD.1/01/2011. Surat penahanan untuk Hartono bernomor 02F2/FD1/2012. Surat perintah penahanan untuk Setiawan bernomor 03F2/FD1/2012 tertanggal 23 Februari 2012.

II. Analisis Risiko dalam Kasus 
Dalam kasus kredit macet tersebut, risiko yang terkandung adalah risiko kredit yang diakibatkan oleh ketidakmampuan debitur (PT. I-One) menyelesaikan kewajibannya. Hal ini bermula dari kesalahan account officer ketika menganalisa pengajuan kredit dari calon debitur yang mengindikasikan adanya risiko operasional. Akibat dari kasus kredit macet yang tercium media bahkan kasusnya sampai ke Kejaksaan Agung maka tentu hal ini akan berdampak pada risiko reputasi yang akan dihadapi Bank BRI. Risiko reputasi ini dapat berdampak pada kepercayaan deposan pada Bank BRI Syariah. 

III. Upaya Bank BRI dalam Risk Credit Management 
Segenap tindakan yang telah dilakukan oleh Bank BRI untuk menanggulangi kredit bermasalah ini adalah sebagai berikut :
a. Rescheduling (Penjadwalan Ulang)
Yaitu perubahan syarat kredit hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktu termasuk masa tenggang (grace period) dan perubahan besarnya angsuran kredit. Tentu tidak kepada semua debitur dapat diberikan kebijakan ini oleh bank, melainkan hanya kepada debitur yang menunjukkan itikad dan karakter yang jujur dan memiliki kemauan untuk membayar atau melunasi kredit (willingness to pay). Di samping itu, usaha debitur juga tidak memerlukan tambahan dana atau likuiditas. 
b. Reconditioning (Persyaratan Ulang)
Yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, tingkat suku bunga, penundaan pembayaran sebagian atau seluruh bunga dan persyaratan lainnya. Perubahan syarat kredit tersebut tidak termasuk penambahan dana atau injeksi dan konversi sebagian atau seluruh kredit menjadi ‘equity’ perusahaan. Debitur yang bersifat jujur, terbuka dan ‘cooperative’ yang usahanya sedang mengalami kesulitan keuangan dan diperkirakan masih dapat beroperasi dengan menguntungkan, kreditnya dapat dipertimbangkan untuk dilakukan persyaratan ulang.
c. Restructuring (Penataan Ulang)
Yaitu perubahan syarat kredit yang menyangkut:
• Penambahan dana bank,
• Konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, dan atau
• Konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan bank atau mengambil partner yang lain untuk menambah penyertaan.
d. Liquidation (Liquidasi)
Yaitu penjualan barang-barang yang dijadikan jaminan dalam rangka pelunasan utang. Pelaksanaan likuidasi ini dilakukan terhadap kategori kredit yang memang benar-benar menurut bank sudah tidak dapat lagi dibantu untuk disehatkan kembali atau usaha nasabah yang sudah tidak memiliki prospek untuk dikembangkan. Proses likuidasi ini dapat dilakukan dengan menyerahkan penjualan barang tersebut kepada nasabah yang bersangkutan. Sedang bagi bank-bank umum milik negara, proses penjualan barang jaminan dan aset bank dapat diserahkan kepada BPPN, untuk selanjutnya dilakukan eksekusi atau pelelangan. 

IV. Pendekatan Lain Dalam Mengatasi Kredit Macet 
Untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya risiko kredit pada industri perbankan syariah maka perlu dilakukan hal-hal berikut :
a. Perekrutan Account Officer harus lebih diperketat. 
b. Account Officer (Analyst) mampu menganalisa dengan baik agar Bank Syariah memberikan pembiayaan dalam : 
• Debitur yang tepat
• Nominal yang tepat
• Waktu yang tepat
• Maturity yang tepat
c. Dilihat dari tahapan dalam proses kredit, maka cara meminimalisir risiko kredit yang paling awal adalah : Dengan mengidentifikasi credit opportunity dengan baik sesuai prosedur. Kemudian analis melakukan review business risk pada usaha yang dimiliki calon nasabah tersebut, setelah dilakukan analisis maka dibuatlah keputusan kredit. Terkadang, account officer menganggap bahwa dengan adanya keputusan tersebut maka selesailah tugasnya. Padahal, tanggung jawab seorang account officer tidak terhenti di tahap pembuatan keputusan. Tanggung jawab account officer adalah hingga nasabah pembiayaan tersebut melunasi segala kewajibannya pada jangka waktu yang telah disepakati. 
d. Dalam memberikan pembiayaan, Bank Syariah harus sesuai dengan RAB (Rencana anggaran biaya) dan menghindari compensating balance. 
e. Dalam melakukan pembiayaan, tidak terfokus pada satu sektor bisnis saja. (Consentration Risk)


Daftar Pustaka
• http://news.detik.com/read/2012/02/24/140940/1850806/10/kasus-kredit-macet-kejaksaan-tahan-stafsus-bri
• http://finance.detik.com/read/2012/01/14/172834/1815694/5/ini-dia-bank-juara-kredit-macet
• http://portal-nasional.com/hukum-dan-kriminal/2012/11/29/terdakwa-bri-bebas-benar-benar-aneh/
• http://jaringnews.com/keadilan/meja-hijau/18591/pengadilan-gelar-sidang-perdana-pengemplang-uang-miliiaran-di-bri
• http://www.radaronline.co.id/berita/read/22058/2012/Terdakwa-Setiawan-Menangis-Saat-Pembelaan-Dirinya • http://surabaya.tribunnews.com/2012/11/27/divonis-bebas-korupsi-pejabat-bri-sujud
Share this article :

Ditulis Oleh : Bidadari kecil

Artikel ISU DALAM MANAJEMEN RISIKO : ini diposting oleh Bidadari kecil pada hari Jumat, 12 April 2013. Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca artikel ini. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar.